Alkisah di masa kecil Imam Abu Hanifah sekitar umur 7 tahun, Ada seorang ulama yang memiliki Ilmu luas dan tiada bandingannya namanya Dahriyah.
Seluruh Ulama pada waktu itu tidak ada yang mampu menandinginya di saat berdebat, terutama dalam bab Tauhid.
Maka muncullah sifat kesombongannya, bahkan akhirnya ia berani mengatakan bahwa ALLAH itu tidak ada.
Sayangnya belum ada Ulama yang mampu mengalahkan dia dalam berdebat, sampai tiba pada suatu pagi ketika para Ulama dikumpulkan di suatu Majlis milik Syaikh Himad, guru Imam Abu Hanifah, yang pada hari itu Abu Hanifah kecil hadir juga di majlis itu.
Maka Dahriyah naik ke mimbar lalu berkata dengan sombong dan congkaknya:
Siapakah di antara kalian hai para Ulama yang akan sanggup menjawab pertanyaanku?
Sejenak suasana hening, para Ulama semua diam, namun tiba-tiba berdirilah
Abu Hanifah dan berkata:
*Abu Hanifah:*
Omongan apa ini?
Maka barang siapa tahu pasti ia akan menjawab pertanyaanmu.
*Dahriyah:*
Siapa kamu hai anak ingusan, berani kamu bicara denganku. Tidakkah kamu tahu, bahwa banyak yang berumur tua, bersorban besar, para pejabat, dan para pemilik jubah kebesaran, mereka semua kalah dan diam dari pertanyaanku, kamu masih ingusan dan kecil berani menantangku...!
*Abu Hanifah:*
ALLAH tidak menyimpan kemuliaan dan keagungan kepada pemilik sorban yang besar dan para pejabat dan para pembesar, tetapi kemuliaan hanya diberikan kepada Al-Ulama.
*Dahriyah:*
Apakah kamu akan menjawab pertanyanku?
*Abu Hanifah:*
Ya aku akan menjawab pertanyaanmu dengan taufiq ALLAH.
*Dahriyyah:*
Apakah ALLAH itu ada?
*Abu Hanifah:*
Ya ada
*Dahriyah :*
Dimana Dia ?
*Abu Hanifah:*
DIA, tiada tempat bagi DIA.
*Dahriyyah:*
Bagaimana bisa disebut ada bila Dia tak punya tempat?
*Abu Hanifah:*
Dalilnya ada di badan kamu, yaitu Ruh.
Saya tanya, kalau kamu yakin Ruh itu ada, maka di mana tempatnya? Di kepalamu, di perutmu atau di kakimu?
Dahriyah diam seribu bahasa dengan muka malu.
Lalu Abu Hanifah minta air susu pada Gurunya, Syaikh Himad lalu bertanya kepada Dahriyah:
Apakah kamu yakin di dalam susu ini ada manis?
*Dahriyah:*
Ya saya yakin di susu itu ada manis.
*Abu Hanifah:*
Kalau kamu yakin ada manisnya, saya tanya apakah manisnya ada di bawah, atau di tengah, atau di atas?
Lagi-lagi Dahriyah diam dengan rasa malu.
Lalu Abu Hanifah menjelaskan:
Seperti Ruh atau manis yang tidak memiliki tempat, maka seperti itu pula tidak akan ditemukan bagi ALLAH tempat di Alam ini baik di Arsy atau Dunia ini.
Lalu Dahriyah bertanya lagi:
Sebelum ALLAH itu apa dan setelah ALLAH itu apa?
*Abu Hanifah:*
Tidak ada apa-apa sebelum ALLAH dan sesudahnya tidak ada apa-apa.
*Dahriyah:*
Bagaimana bisa dijelaskan bila sebelum dan sesudahnya tak ada apa-apa?
*Abu Hanifah:*
Dalilnya ada di jari tangan kamu,
Apakah sebelum jempol dan apakah setelah kelingking?
Dan apakah kamu bisa menerangkan jempol 👍 duluan atau kelingking 🤙 duluan ?
Demikianlah sifat ALLAH. Ada sebelum semuanya ada dan tetap ada bila semua tiada. Itulah makna kalimat Ada bagi Hak ALLAH.
Lagi-lagi Dahriyah dipermalukan, lalu ia berkata:
Satu lagi pertanyaanku, apa perbuatan ALLAH sekarang?
*Abu Hanifah :*
Kamu telah membalikkan fakta, seharusnya yang bertanya itu di bawah mimbar dan yang ditanya di atas mimbar.
Akhirnya Dahriyah turun dari mimbar dan Abu Hanifah naik ke atas mimbar.
Dahriyah:
Apa perbuatan ALLAH sekarang?
Abu Hanifah:
*Perbuatan ALLAH sekarang adalah menjatuhkan orang yang tersesat seperti kamu ke bawah jurang Neraka dan menaikkan yang benar seperti aku ke atas mimbar keagungan.*
Maha Suci ALLAH yang telah menyelamatkan keyakinan Islam melalui seorang anak kecil.
Mudah-mudahan kita semua dijauhkan dari sifat-sifat:
* Sok,
* Tinggi Hati,
* Angkuh,
* Meremehkan/Merendahkan Orang,
* Buruk Sangka,
* Takabbur,
* Dzalim
* Sombong.
Aamiin.
Ya ALLAH...
(Dikutip dari Kitab _Fathul Majid_, Syekh Muhammad Nawawi bin Umar Al-Jawi Asy-Syafi’i; والله اعلم
Fb. Lukman araby
Semoga bermanfaat.Aamiin
Senin, 11 November 2019
Kamis, 07 November 2019
Perempuan Miskin Yang Jujur
Suatu hari, Imam Ahmad bin hanbal, pendiri mazhab hambaliyah dikunjungi seorang perempuan yang ingin mengadu.
Ya syaikh, saya adalah seorang ibu rumah tangga yang sudah lama ditinggal mati suami. Saya ini sangat miskin, sehingga untuk menghidupi anak-anak saja , saya merajut benang dimalam hari, sementara siang hari saya gunakan untuk mengurus anak-anak dan menyambih sebagai buruh kasar disela waktu yang ada. Karena saya tak mampu membeli lampu, maka pekerjaan merajut itu saya lakukan apabila sedang terang bulan."
Imam ahmad menyimak dengan serius penuturan si ibu tadi. Perasaannya miris mendengar ceritanya yang memprihatinkan. Imam Ahmad adalah seorang ulama besar yang kaya raya dan dermawan.
Sebenarnya, hatinya telah tergerak untuk memberi sedekah kepada perempuan itu, namun ia urungkan dahulu karena menunggu perempuan itu melanjutkan pengaduannya.
"Pada suatu hari, ada rombongan pejabat negara berkemah didepan rumah saya. Mereka menyalakan lampu yang jumlahnya amat banyak sehingga sinarnya terang benderang. Tanpa sepengetahuan mereka, saya segera merajut benang dengan memanfaatkan cahaya lampu-lampu itu," tegas perempuan.
"Tetapi setelah selesai saya sulam, saya bimbang, apakah hasilnya halal atau haram kalau saya jual?
Bolehkah saya makan dari hasil penjualan itu?
Sebab saya melakukan pekerjaan itu dengan diterangi lampu yang minyaknya dibeli dengan uang negara,dan tentu saja itu tidak lain adalah uang rakyat." Perempuan itu kembali menjelaskan.
Imam Ahmad terpesona dengan kemulyaan jiwa perempuan itu. Ia begitu jujur, ditengah masyarakat yang begitu bobrok akhlaknya dan hanya memikirkan kesenangan sendiri, tanpa peduli
Halal haram lagi. Padahal jelas, wanita ini begitu miskin dan papah.
Maka dengan penuh rasa ingin tahu, Imam ahmad bertanya ,"ibu, sebenarnya engkau ini siapa?"
"Saya ini adik perempuan Basyar Al-Hafi,"
Perempuan itu mengaku dengan suara serak karena penderitaannya yang berkepanjangan.
Imam Ahmad makin terkejut. Basyar Al-Hafi adalah gubernur yang terkenal sangat adil dan dihormati rakyatnya semasa hidupnya. Rupanya, jabatannya yang tinggi tidak disalahgunakannya untuk kepentingan keluarga dan kerabatnya. Sampai-sampai adik kandungnya pun hidup dalam keadaan miskin.
Dengan menghela nafas berat, Imam Ahmad berkata pada masa kini, ketika orang-orang sibuk memupuk kekayaan dengan berbagai cara, bahkan dengan cara menggerogoti uang negara dan menipu serta membebani rakyat yang sudah miskin, ternyata masih ada perempuan terhormat seperti engkau ibu".
Sungguh, sehelai rambutmu yang terurai dari sela-sela jilbabmu jauh lebih mulia dibanding dengan berlapis-lapis surban yang kupakai dan berlembar-lembar jubah yang dikenakan para ulama."
Subhanallah, sungguh mulianya engkau, hasil rajutan itu engkau haramkan?, padahal bagi kami itu tidak apa-apa,sebab yang engkau lakukan itu tidak merugikan keuangan negara."
Kemudian Imam Ahmad melanjutkan,"ibu,izinkan aku memberi penghormatan untukmu. Silahkan engkau meminta apa saja dariku, bahkan sebagian besar hartaku, niscaya akan kuberikan kepada perempuan semulia engkau".
Diriwayatkan dari ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ, dari RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM. BELIAU BERSABDA:
TIDAK AKAN MASUK KEDALAM SURGA SEBUAH JASAD YANG DIBERI MAKAN DENGAN YANG HARAM."
shahih lighairihi, HR. Abu Ya'la, Al-Bazzar, Ath-Thabarani dalam kitab Al-ausath dan Al-Baihaqi, dan sebagian sanadnya hasan .
Kisah ini ada dalam kitab shahih at- targhib 2/150, no .1730
Ya syaikh, saya adalah seorang ibu rumah tangga yang sudah lama ditinggal mati suami. Saya ini sangat miskin, sehingga untuk menghidupi anak-anak saja , saya merajut benang dimalam hari, sementara siang hari saya gunakan untuk mengurus anak-anak dan menyambih sebagai buruh kasar disela waktu yang ada. Karena saya tak mampu membeli lampu, maka pekerjaan merajut itu saya lakukan apabila sedang terang bulan."
Imam ahmad menyimak dengan serius penuturan si ibu tadi. Perasaannya miris mendengar ceritanya yang memprihatinkan. Imam Ahmad adalah seorang ulama besar yang kaya raya dan dermawan.
Sebenarnya, hatinya telah tergerak untuk memberi sedekah kepada perempuan itu, namun ia urungkan dahulu karena menunggu perempuan itu melanjutkan pengaduannya.
"Pada suatu hari, ada rombongan pejabat negara berkemah didepan rumah saya. Mereka menyalakan lampu yang jumlahnya amat banyak sehingga sinarnya terang benderang. Tanpa sepengetahuan mereka, saya segera merajut benang dengan memanfaatkan cahaya lampu-lampu itu," tegas perempuan.
"Tetapi setelah selesai saya sulam, saya bimbang, apakah hasilnya halal atau haram kalau saya jual?
Bolehkah saya makan dari hasil penjualan itu?
Sebab saya melakukan pekerjaan itu dengan diterangi lampu yang minyaknya dibeli dengan uang negara,dan tentu saja itu tidak lain adalah uang rakyat." Perempuan itu kembali menjelaskan.
Imam Ahmad terpesona dengan kemulyaan jiwa perempuan itu. Ia begitu jujur, ditengah masyarakat yang begitu bobrok akhlaknya dan hanya memikirkan kesenangan sendiri, tanpa peduli
Halal haram lagi. Padahal jelas, wanita ini begitu miskin dan papah.
Maka dengan penuh rasa ingin tahu, Imam ahmad bertanya ,"ibu, sebenarnya engkau ini siapa?"
"Saya ini adik perempuan Basyar Al-Hafi,"
Perempuan itu mengaku dengan suara serak karena penderitaannya yang berkepanjangan.
Imam Ahmad makin terkejut. Basyar Al-Hafi adalah gubernur yang terkenal sangat adil dan dihormati rakyatnya semasa hidupnya. Rupanya, jabatannya yang tinggi tidak disalahgunakannya untuk kepentingan keluarga dan kerabatnya. Sampai-sampai adik kandungnya pun hidup dalam keadaan miskin.
Dengan menghela nafas berat, Imam Ahmad berkata pada masa kini, ketika orang-orang sibuk memupuk kekayaan dengan berbagai cara, bahkan dengan cara menggerogoti uang negara dan menipu serta membebani rakyat yang sudah miskin, ternyata masih ada perempuan terhormat seperti engkau ibu".
Sungguh, sehelai rambutmu yang terurai dari sela-sela jilbabmu jauh lebih mulia dibanding dengan berlapis-lapis surban yang kupakai dan berlembar-lembar jubah yang dikenakan para ulama."
Subhanallah, sungguh mulianya engkau, hasil rajutan itu engkau haramkan?, padahal bagi kami itu tidak apa-apa,sebab yang engkau lakukan itu tidak merugikan keuangan negara."
Kemudian Imam Ahmad melanjutkan,"ibu,izinkan aku memberi penghormatan untukmu. Silahkan engkau meminta apa saja dariku, bahkan sebagian besar hartaku, niscaya akan kuberikan kepada perempuan semulia engkau".
Diriwayatkan dari ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ, dari RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM. BELIAU BERSABDA:
TIDAK AKAN MASUK KEDALAM SURGA SEBUAH JASAD YANG DIBERI MAKAN DENGAN YANG HARAM."
shahih lighairihi, HR. Abu Ya'la, Al-Bazzar, Ath-Thabarani dalam kitab Al-ausath dan Al-Baihaqi, dan sebagian sanadnya hasan .
Kisah ini ada dalam kitab shahih at- targhib 2/150, no .1730
Langganan:
Postingan (Atom)